SURABAYA – Pemulihan ekonomi pasca pandemi begitu kompleks akibat perang maupun disrupsi multidimensi. Situasi global yang mengalami ketidakpastian tersebut berdampak langsung bagi pelaku bisnis di dunia usaha dan dunia industri. Oleh sebab itu, Junior Chamber International (JCI) East Java berkolaborasi dengan Ubaya InnovAction Hub menggelar acara CEO Talk: Economic Outlook 2023 bertajuk “Economic Opportunities in The Midst of Multidimensional Disruption” di Ruang Serbaguna Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (UBAYA), Selasa (31/1/2023).
Acara ini menghadirkan akademisi dan praktisi yang ahli di bidangnya sebagai narasumber untuk membahas proyeksi ekonomi di tahun 2023. Ketiga narasumber yang dihadirkan yaitu Eri Palgunadi selaku Vice President Marketing PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Michael Yahya selaku Director of Export Marketing and e-Commerce UBS Gold, dan Prof. Sujoko Efferin, Ph.D. selaku Direktur Ubaya InnovAction Hub. Puluhan peserta yang hadir terdiri dari anggota JCI East Java, Entrepreneurship Advisory Board (EAB), komunitas Tangan di Atas (TDA), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Surabaya, Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Timur, dan sivitas akademika UBAYA.
“JCI East Java adalah komunitas pengusaha muda di Jawa Timur yang memiliki akses kerja sama dengan JCI dari provinsi lain di Indonesia dan JCI global. Komunitas ini secara legalitas telah dicatat dan mendapat pengakuan dari UNESCO,” jelas Willy Widjaja selaku Local President JCI East Java 2023.
Willy Widjaja menjelaskan jika CEO Talk merupakan salah satu program yang rutin dilakukan setiap bulan oleh anggota JCI East Java. Program CEO Talk bertujuan untuk memberikan wawasan kepada para anggota sesuai dengan topik yang sedang dibutuhkan di dunia usaha dan dunia industri.
Pada kesempatan ini, Prof. Sujoko Efferin, Ph.D memberikan gambaran mengenai beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kondisi global yang mempengaruhi perekonomian di dunia. Diantaranya adalah kesehatan ekonomi AS, hubungan China-AS, peran perjanjian multipolar, dan masa depan mata uang dunia. Guru besar UBAYA di bidang akuntansi ini menyarankan agar pengusaha di Indonesia perlu mengamati situasi geopolitik secara intensif. Menurutnya, sektor pertanian, pangan, sumber daya alam (SDA), energi alternatif, dan industri terkait atau pendukungnya menjadi vital di tahun 2023. Hal itu akan menjadi penentu daya tahan Indonesia di era perubahan tata dunia global sekaligus sektor yang dibutuhkan.
“Dalam persiapan memasuki tata dunia baru yang multipolar, kita perlu membangun daya saing bangsa berbasiskan kemitraan strategis di antara negara-negara berkembang,” ucapnya.
Materi berikutnya dibawakan oleh Eri Palgunadi mengenai kerentanan rantai pasok global sampai meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia. Eri Palgunadi menyebutkan harga komoditas saat ini semakin tinggi sehingga perlu diantisipasi dengan inovasi dan kolaborasi agar Indonesia siap dalam menghadapi kejutan global. Kejutan global yang dimaksud seperti penurunan permintaan sejumlah komoditas bahan baku industri, produk jadi industri, hingga barang impor dan ekspor.
Sedangkan Michael Yahya memaparkan ada tiga hal peristiwa disruptif yang mengganggu dunia dan dampaknya pada industri emas yaitu pandemi dan pasca pandemi, geopolitik, serta ekonomi global. Harga emas mengalami kenaikan dan penurunan karena dipengaruhi oleh disrupsi serta booming-nya crypto di masyarakat.
“Emas memiliki sifat store of value, hedging, diversifier, safe-haven, dan spekulative investment. Emas masih menjadi pilihan yang baik sebagai diversifikasi investasi dan sebagai safe-haven yang aman di saat ketidakpastian seperti kondisi saat ini,” kata Michael Yahya. (fmd)
Dimuat dalam Harian Surya Selasa, 7 Februari 2023